Honorer K2 Merupakan tenaga honorer yang diangkat per 1
januari 2005, tenaga honorer kategori K2 tidak mendapat upah baik dari APBN
maupun APBD. Tenaga honorer K2 diwajibkan mengikuti seleksi terlebih dahulu
untuk dapat lulus atau diangkat menjadi PNS. Selain itu, bagi tenaga honorer
yang tidak memenuhi syarat bisa turun status dari K1 menjadi K2 atau K3. Namun
pada tahun 2013, tenaga honorer K1 dan K2 yang tidak diangkat atau tidak lulus
seleksi CPNS, pemerintah mengalihkan status mereka menjadi pegawai kontrak
dengan gaji dan tunjangan yang sama dengan PNS, hanya saja tidak mendapatkan
dana pensiun. Namun hal ini masih dalam pertimbangan Badan Kepegawaian Negara
(BKN) dikarenakan ketentuan ini belum ada dan masih dalam pembahasan untuk
ditambahkan dalam Undang-Undang Aparatur Sipil Negara (ASN). Proses
pengangkatan menjadi pegawai kontrak tetap harus mengikuti tes kompetensi dasar
(TKD) dan tes kompetensi bidang (TKB), dan akan disesuaikan dengan latar
belakang pendidikan pegawai yang bersangkutan.
Awal tahun ini, pemerintah menghadapi gelombang demo
besar-besaran dari guru honorer terutama golongan K2, seperti yang terjadi pada
jumat (5/2/2016). Ribuan guru honorer asal kabupaten malang berunjuk rasa
menyerbu kantor DPR RI, mereka menuntut kejelasan pengangkatan menjadi PNS,
aksi tersebut dilakukan untuk menuntut pemerintah agar lebih memerhatikan nasib
guru.
Prasetyo Korlap dari Malang, pada Jumat (5/2/2016),
mengungkapkan masing-masing sekolah dari berbagai daerah mengirimkan 7 orang
perwakilan, berkumpul di lapangan Monas terlebih dahulu, bersama para
perwakilan dari seluruh Indonesia. Para demostran guru honorer bersatu dari 33
kecamatan untuk bertolak ke Jakarta. Mereka bergabung dengan ribuan guru
honorer dari seluruh Indonesia untuk menggelar aksi bersama di depan gedung DPR
RI menuntut kejelasan status sebagai PNS.
Disisi lain, Kepala Biro Hukum, Komunikasi dan Informasi
Publik Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi
(PANRB) Herman Suryatman mengungkapkan, di Jakarta, Senin (08/02/2016) “dari
sekitar 210 ribu peserta tes yang lolos, sekitar 30 ribu diantaranya tidak bisa
mengikuti proses pemberkasan di Badan Kepegawaian Negara (BKN). Sekitar 170
ribu peserta sudah lolos pemberkasan oleh BKN”. Seribu cara ditempuh banyak
orang agar bisa menyandang predikat Pegawai Negeri Sipil (PNS). Ratusan ribu
peserta tenaga honorer berhasil lolos proses seleksi, namun juga tidak
sedikit peserta yang gagal dalam
penyaringan akhir sehingga batal diangkat CPNS.
Syarat diterima atau diangkat menjadi pegawai negri sipil
bagi guru atau tenaga honorer K2 diantaranya, sudah mengabdi minimal satu tahun
per Januari 2005, berusia sekurang-kurangnya 19 tahun dan setinggi-tingginya 46
tahun. Diangkat oleh pejabat yang berwenang dan bekerja di instansi pemerintah
terus menerus, serta pembiayaannya tidak ditanggung Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara (APBN) dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).
Selanjutnya honorer wajib mengikuti tes kompetensi dasar (TKD) dengan sistem
lembar jawaban komputer (LJK). Materi test tenaga honorer tidak sama dengan
pelamar CPNS jalur regular, terutama tenaga honorer K2 yang sudah mengabdi
beberapa tahun bahkan sebagian besar berusia diatas 40 tahun.
Kesempatan istimewa bagi honorer K2 ini dimanfaatkan oleh
sebaian besar peserta lain untuk memanipulasi data, kasus tenaga honorer K2
bodong semakin banyak terungkap, terutama berdasarkan laporan dan pengaduan
dari masyarakat. Tim Penanganan Pengaduan Masyarakat Penerimaan CPNS 2013-2014
yang dibentuk Kementerian PANRB menerima banyak laporan pemalsuan data dalam
penyelenggaraan tes CPNS K2, tanggal SK pengangkatan dibuat pada hari libur, SK
yang dibuat setelah tahun 2005 dan bahkan SK yang dobel. Sejumlah laporan itu
mengindikasikan bahwa tidak semua peserta tes tenaga honorer K2 benar-benar
merupakan tenaga honorer K2, Ini terlihat pasca pelaksanaan TKD bagi para
tenaga honorer K2. Dari sekitar 210 ribu peserta yang lulus TKD, sekitar 30
ribu diantaranya tidak memenuhi persyaratan atau ‘bodong’. Kedok mereka terbongkar
setelah dilakukan verifikasi dan validasi kelengkapan administrasi.
Info lainnya dari Nova Andika, Chairman Indonesia Bureaucracy and Service Watch,
menyatakan bahwa beberapa waktu lalu, dengan dukungan Komisi II DPR, Menteri
PAN-RB berjanji mengangkat seluruh tenaga honorer K2 yang jumlahnya ditaksir
mencapai 440.000 orang menjadi pegawai negeri sipil. Saat itu anggarannya pun
telah disetujui Komisi II dengan komitmen untuk memperjuangkan dan mengawalnya
janji Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) untuk membantu menyelesaikan persoalan
pegawai honorer kategori 2 (K2). Namun setelah dalam APBN 2016 tak ada dana
yang memungkinkan untuk pengangkatan tenaga honorer K2, justru Komisi II saling
tuding mempersalahkan Kementerian PAN-RB.
Tim Investigasi Forum Honorer K2 Indonesia (FHK2I) Riyanto
Agung Subekti alias Itong menyampaikan kekecewaan yang sebesar-besarnya
terhadap Komisi II DPR RI, namun kami akan menanyakan langsung kebenaran
informasi ini kepada Menteri PAN-RB. Riyanto juga menambahkan "Yang hampir
satu triliun saja gol, kok dana Rp 16 miliar untuk kami malah tidak ada. Kami
akan menelusuri ini sampai ke DPR. Kami akan cari kebenarannya, jangan sampai
pemerintah dan DPR saling lempar handuk”.
Komisi II sudah berjanji akan mengusahakan anggarannya ke
Banggar. Namun sampai sekarang anggaran tersebut tidak ada kejelasan apapun,
hal inilah yang menggerakkan Tim FHK2I untuk mempertanyakan status masalah itu
langsung ke Banggar Komisi II DPR RI. Honorer K2 merasa sangat terluka dengan
tingkah wakil rakyat yang sudah berdusta. Sebagai perbandingan, anggaran K2
yang hanya Rp 16 miliar dianulir. Di sisi lain, dana pembangunan Plaza DPR RI
sebanyak Rp 700 miliar lebih digolkan.
Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi
Birokrasi (MenPAN-RB) Yuddy Chrisnandi menyatakan “sebenarnya kami sudah
meminta anggaran tambahan Rp 28 miliar. Alokasi anggaran pengangkatan tenaga
honorer, khususnya golongan K2 senilai Rp 16 miliar. Namun sangat disayangkan
dana tersebut tidak di setujui oleh pemerintah Karena beban negara sangat
besar, apalagi harus membayar gaji PNS yang 4,5 juta orang sehingga rencana
pengangkatan itu pun terhambat”.
Tenaga guru honorer dari K1 sampai dengan K3 selama ini
mendapatkan gaji sesuai dengan kebijakan sekolah masing-masing. Tidak ada
standarisasi upah yang dapat dijadikan acuan, gaji sebagian besar diambilkan dari dana Biaya
Operasional Sekolah (BOS). Tercatat, lebih 1.600 guru honorer K2 dan tingkatan
lainnya mengabdi di wilayah Kabupaten Malang dan di berbagai daerah lainnya.
Mereka masih menantikan janji dari Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara
untuk menjadi PNS.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar